“Nging…..
Ngingg… Nging:” suara ete-ete* meramaikan
suasana siang yang terik ini (*Sebutan untuk hewan seperti kumbang orang jawa
bilang dan biasa terdengar di musim kemarau yang terik).
“Huammmmm,…
Panas amat yak…. Nerokone bocor alus kayake.” Gumamku dalam keheningan siang
diatas balkon kamar kostku. Balikpapan.
Adalah sebuah kota awal bermulaku mengadu nasib. 1500 kilometer lebih
terbatas laut dan pantai jarak dengan keluarga. Sambil mengantuk dan ditemani
segelas air putih serta tiga lembar kertas kosong dan sebuah bolpoin ditanganku. Aku masih belum mengerti apa yang akan aku
lakukan dengan mereka ini.